Gambar: Ilustrasi
Seri kejuaraan balap motor kelas utama, MotoGp, yang diselenggarakan di Sirkuit Mandalika sedang menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Yang menjadi pusat perhatian bukanlah para pembalap MotoGP atau balapannya, namun adanya pawang hujan.
Pada sabtu 19 Maret 2022 kemarin, lapangan Sirkuit Mandalika diguyur hujan deras, terpaksa acara race MotoGP dihentikan sementara. Kemudian panitia menurunkan seorang pawang hujan yaitu Rara Isti Wulandari yang ditugaskan untuk mengubah hujan deras supaya terang.
Aksi Mbak Rara ini ramai menjadi perbincangan di media sosial dan diberitakan di berbagai media baik nasional maupun internasional. Ini menjadi hal yang unik sekaligus aneh karena jarang terjadi di acara balapan MotoGP sebelum-sebelumnya.
Aksi pawang hujan ini juga mengundang banyak komentar dan menjadi perdebatan di tengah-tengah masyarakat. Ada beberapa sudut pandang yang sedang berkembang di masyarakat dalam menanggapi pawang hujan di Sirkuit Mandalika ini.
Sebagian masyarakat melihat dari sudut pandang agama islam. Ritual pawang hujan ini dianggap syirik atau menyekutukan Allah. Sama halnya dengan praktek perdukunan lainnya yang diharamkan, karena biasanya meminta bantuan jin dalam melakukan aksi atau ritualnya.
Sebagian masyarakat yang lain mengkaitkannya dengan budaya masyarakat Hindu yang sudah sangat akrab dengan berbagai ritual, termasuk sesajen pawang hujan seperti ini. Budaya sesajen ini bisa Anda lihat di Bali.
Sebagian lagi ada yang melihat dari sudut pandang adat istiadat. Adanya praktik pawang hujan ini memang masih terjadi di masyarakat. Ini bisa dilihat ketika ada acara hajatan. Biasanya tuan rumah membayar atau mengundang pawang hujan dengan harapan ketika hajatan berlangsung, tidak turun hujan.
Video: Youtube.com/CNN Indonesia
Ada juga yang menilai bahwasannya, pawang hujan di Sirkuit Mandalika ini adalah bagian dari strategi marketing panitia penyelenggara. Mbak Rara ini diturunkan ke tengah-tengah arena balapan ketika hujan sudah akan reda. Dan ketika Mbak rara sedang melakukan ritualnya, ada kamera yang mengikuti dan menyorotnya sehingga keluarlah gambar yang bagus dari hasil foto dan video kamera.
Dan kalau dipikir lagi, pawang hujan untuk meredakan hujan itu sebenarnya tidak harus diturunkan di tengah-tengah lapangan. Ritual seperti ini bisa dilakukan di belakang layar tanpa adanya sorot kamera. Juga, bisa dilakukan dari rumah Mbak Rara atau tempat terpisah, tidak harus di Sirkuit Mandalika.
Dari sini, ada yang beranggapan, memang sengaja disorot untuk mengundang perhatian masyarakat. Kemungkinan panitia sudah tahu kalau aksi ini akan mengundang perdebatan yang pada akhirnya menjadi perbincangan dan pemberitaan sehingga acara race motoGp ini diketahui oleh masyarakat luas. Walau fokus awalnya ada pada pawang hujan dan bukan aksi para pembalap MotoGP, setidaknya masyarakat sudah mulai banyak yang tahu dan mencari tahu apa itu MotoGP.
Di kutip dari news.detik.com, Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menuturkan bahwa BMKG memiliki prediksi tersendiri terkait prakiraan cuaca. Dimana sebelumnya, BMKG telah memprakirakan akan terjadi hujan di Mandalika dengan intensitas ringan hingga lebat pada 17-20 Maret 2022 karena adanya bibit siklon tropis 93F. Dan hujan itu berhenti karena faktor durasi hujan yang sudah selesai.
Dari beberapa sudut pandang di atas, kembali lagi bahwa Indonesia ini dihuni oleh beragam suku, ras, agama, dan golongan, atau yang biasa disebut dengan Bhineka Tunggal Ika. Dalam menyoroti pawang hujan ini, seharusnya dilihat dari siapa yang menyoroti, bukan saling memperdebatkannya. Hal ini sudah jelas dari pengambilan dasar pandangan (hukum)nya saja sudah berbeda.
Seperti, kalau orang yang beragama islam menyoroti pawang hujan sebagai hal yang syirik atau haram, itu bisa dimaklumi karena dalam hukum islam memang mengajarkan begitu. Yang perlu diketahui ajaran islam itu mengatur umat islam, bukan mengatur umat di luar islam.
Sebaliknya, kalau orang Hindu menganggap itu bagian dari budaya hindu, ya silahkan. Tidak perlu saling menyalahkan. Karena sudut pandang dasarnya saja berbeda. Kitabnya juga berbeda. Cukup saling menghormati ajaran masing-masing.
Di sisi lain, Perhelatan MotoGp ini adalah ajang balapan internasional yang pastinya ditonton di seluruh dunia. Masyarakat dunia sekarang sudah semakin modern, dimana modernisasi itu erat kaitannya dengan sains dan teknologi yang membutuhkan logika dan data ilmiah. Adanya pawang hujan ini jelas tidak ada kaitannya dengan sains dan teknologi.
Yang ingin saya soroti di sini adalah panitia penyelenggara. Sebenarnya apa yang mau mereka branding dari perhelatan MotoGP ini? Apakah ingin mengekspose bahwa masyarakat Indonesia itu percaya dengan hal yang berbau mistis? Atau, ingin mengekspose bahwa ritual pawang hujan ini bagian dari budaya kearifan lokal Indonesia? Ataukah hanya untuk meramaikan pemberitaan balap motor ini supaya banyak penontonnya? Wajah Indonesia akan dibranding seperti apa di mata dunia internasional?
Event ini tentu memiliki peluang cukup besar bagi Indonesia untuk mengekspose kekayaan alam dan keberagaman budaya Indonesia. Banyak sekali yang bisa dibranding. Tergantung panitia, apa yang akan dipilih untuk membawa wajah Indonesia di dunia internasional.